Si kancil anak nakal suka mencuri ketimun, ayo lekas diburu, jangan diberi ampun.
Itu sepenggal lagu anak-anak yang masih saya ingat hingga kini. Sebuah lagu yang mengingatkan akan sebuah dongeng asli Indonesia yang sangat terkenal, yaitu cerita Si Kancil Mencuri Ketimun. Kalau tidak salah, saya membacanya di buku tipis yang dibelikan oleh ayah, sewaktu usia tiga atau empat tahun—sampai bukunya sobek karena sering saya buka-buka. Ah, nostalgia yang indah. Judul itu tidak berdiri sendiri, ada dongeng asli Indonesia lainnya, yaitu Dongeng Si Kancil dan Buaya. Nah, saya ingin mencoba menulis ulang dongeng asli Indonesia tersebut (Dongeng Si Kancil dan Buaya) berdasarkan ingatan, dan mungkin sedikit tambahan dari bahan di internet.
Dongeng Si Kancil dan Buaya
Sudah menjadi rahasia umum di hutan bahwa kancil merupakan hewan paling cerdik. Akalnya seribu untuk mengatasi berbagai macam masalah. Banyak hewan di dalam hutan meminta pertolongan padanya ketika mereka terlibat sejumlah masalah. Walaupun, dinilai sebagai hewan paling cerdik, namun kancil tidaklah sombong sehingga ia memiliki banyak teman.Suatu waktu, kancil mencari makanan keluar dari dalam hutan tempat biasa ia bernaung. Saat itu memang musim kemarau, saat di mana makanan di hutan berkurang. Lantaran, hawa panas, kancil menepi ke sebuah sungai untuk menghilangkan dahaga di tenggorokannya.
Setelah puas meminum air sungai yang segar, kancil melanjutkan perjalanannya dengan berjalan menyusuri sungai. Kancil memang tidak ingin jauh-jauh dari sungai supaya ia bisa langsung begitu merasa haus. Hampir sejam lamanya kancil berjalan saat ia menemukan sebuah tempat yang kaya akan makanan. Sayangnya, tempat itu berada di seberang sungai. Tidak ada jembatan yang menghubungkan antara satu tempat ke tempat lainnya. Kancil bingung, apa yang harus dilakukan untuk sampai ke seberang. Ia bergumam, “Alangkah enaknya, jika aku bisa menyeberangi sungai ini dan dapat menikmati semua makanan yang ada di sana.”
Ketika sedang asyik melamun, mata kancil melihat seekor buaya tengah asyik berjemur di sungai. Kancil pun mendatangi buaya itu dan bertanya, “Hai sahabatku, Buaya, apa kabarmu hari ini?”
Buaya yang tengah menikmati harinya itu membuka mata. Ketika ia melihat yang sedang berbicara adalah kancil, ia menjawab pertanyaannya. “Kabarku baik kancil sahabatku. Apa gerangan yang membawa dirimu datang ke mari?”
“Aku membawa kabar gembira untukmu dan teman-temanmu,” jawab si kancil.
“Hohoho, kabar baik rupanya…” kata buaya antusias, “Baiklah, ceritakan kabar baik yang kamu bawa untukku dan teman-temanku.”
“Aku diperintahkan oleh Raja Sulaiman untuk menghitung jumlah buaya yang ada di dalam sungai. Karena, Raja Sulaiman ingin memberikan hadiah kepada kalian semua,” jelas kancil.
“Benarkah itu?”
Kancil mengangguk. “Karena itu, panggillah teman-temanmu semua dan berjejer di sungai ini dari sini hingga ke sana…”
Buaya pun memanggil teman-temannya dan mengikuti apa yang diperintahkan oleh kancil.
Saat buaya dan teman-temannya telah berjejer, buaya berkata, “Sekarang hitunglah, kami sudah siap.”
Kancil pun mulai melompat satu per satu ke punggung buaya. Dia berteriak keras-keras, “Satu! Dua! Tiga!” dan begitulah seterusnya hingga ia sampai di pinggir sungai yang dimaksud—pinggir sungai yang banyak makanannya. Sesampainya di sana, si kancil membalikkan tubuhnya. “Terima kasih sahabat-sahabatku yang baik. Sekarang aku sudah sampai di sini, dan aku sudah menghitung kalian semua. Sekarang selamat tinggal.”
Melihat Kancil ingin pergi begitu saja, Buaya berteriak, “Hei, Kancil, mana hadiah dari Raja Sulaiman yang kamu janjikan?”
“Oiya, aku belum mengatakannya pada kalian ya? Raja Sulaiman ternyata sudah memberikan hadiah-hadiahnya untuk buaya-buaya di tempat lain. Sehingga tidak ada hadiah untuk kalian. Hahaha…”
Sekarang tahulah buaya telah ditipu oleh kancil. Mereka bersumpah dan tidak akan melepaskan Kancil apabila bertemu pada masa akan datang. Dendam buaya tersebut terus membara hingga hari ini. Sementara itu, Kancil terus melompat kegembiraan dan terus meninggalkan buaya-buaya tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar